Thursday, November 25, 2010

Pipo dan Embro dalam Negara

Summary:silahkansaja
Teringat diskusi dengan bang Rusydi di rumah Satia bersama kawan2 sainikpuri dan hyderabad tentang kisah Mr.Pipo dan Mr.Embro, saya ingin sedikit menggelitik cerita ini.

Ringkasan cerita:
Kisah Pipo dan Embro.
Pada suatu jaman di suatu desa terpencil namun rindang dan indah terdapat permasalahan laten yang dihadapi penduduk desa tersebut. Desa tersebut kekurangan pasokan air sepanjang tahunnya. Setelah berfikir panjang dan melelahkan di suatu malam, penguasa desa mendapatkan sebuah ide cemerlang untuk mengatasi kekurangan air ini.

Pada pagi harinya sang penguasa berniat mengimplementasikan ide cemerlangnya. Dia kumpulkan semua warga dia sampaikan ide cemerlangnya. Ide ini berupa tender untuk pengadaan air sepanjang tahun yang terbuka bagi setiap warga. Sumber air bisa didapatkan dari danau yang jaraknya 1,5 Km.

Dengan kesempatan ini dua orang penduduk yang sangat sigap langsung mengambil kesempatan dan memenangkan tender sebagai pemasok air. Satu orang bernama Embro langsung membeli ember baja untuk mengangut air. Embro langsung bisa memasok air untuk penduduk dan segera mengumpulkan uang.

Di lain pihak, Pipo ternyata tidak langsung membeli ember tapi menyiapkan rencana dan membuat perhitungan matang. Setelah beberapa saat menghilang, Pipo mulai menjual air dari tengah2 desa. Ternyata Pipo membeli pipa baja dan membangun sistem perpipaan dan mampu menyuplai air 24/7 dengan air yang lebih bersih dan jumlah yang lebih banyak dan harga lebih murah.

Akhirnya Pipo menikmati hidup dengan santai karena dia hanya perlu membangun pipa sekali sementara Embro harus bekerja keras setiap hari dan vulume, kualitas, realibilitas airnya kalah dengan si Pipo.

Kisah ini dimaksudkan untuk menggambarkan kebebasan finansial oleh Robert T.Kiyosaki.
Yang menarik dari kisah ini adalah kemiripan kisah ini dengan kehidupan kita sekarang ini. Sekilas Pipo adalah sosok yang cerdas dan mampu mencapai kebebasan finansial dengan idenya membuat pipa. Pada akhir cerita ini Pipo hidup bahagia dan Embro menderita selama-lamanya.

Kalau kita telusuri lebih dalam, modal yang dibutuhkan Embro adalah 2 ember yang rata2 setiap penduduk kampung mampu membelinya.

Sedangkan biaya yang dibutuhkan oleh Pipo adalah:
1. Pipa baja yang berjarak 1,5 Km
2. Material dan semen untuk menanam atau menyangga pipa.
3. Biaya pengerjaan untuk supervisor dan kuli bangunan.
4. Biaya tak terduga untuk keamanan, izin, persiapan majeure force

Dari kisah ini sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa Pipo adalah orang yang memiliki akses terhadap modal yang besar baik berupa uang sendiri(Pipo orang kaya), bank(dia bisa memberikan agunan yang mencukupi) atau orang yang sangat beruntung yang memiliki relasi dengan angel(orang yang mau memberikan pinjaman modal tanpa agunan). Sementara Embro adalah orang yang mirip dengan sebagian besar penduduk negara yang lain yang akhirnya kalah bersaing dengan pemilik modal.

Tragisnya fenomena ini adalah gambaran nyata dari apa yang terjadi di dunia kapitalis sekarang ini. Kisah Pipo dan Embro ini menggambarkan fenomena sebuah negara dengan sistem ekonomi liberal, atau mendekati liberal, terutama negara kita Indonesia dimana pemerintah kita bermental sama dengan penguasa desa di kisah ini.

Dari kisah diatas kita dapat melihat bahwa pihak yang mampu membuat dan mengimplementasikan sistem tender pengadaan air adalah penguasa. Kesalahan tragis dan bertahap dilakukan penguasa karena:

1. Air adalah kebutuhan vital penduduk desa, dari awal seharusnya penguasa berfikir bahwa sumber daya yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak harus dikuasai oleh negara. Bahkan undang-undang dasar pun menyatakan demikian.

2. Penguasa tidak seharusnya menyerah dengan alasan tidak memiliki modal untuk membangun infrastruktur padahal mereka rajin mengumpulkan pajak dari penduduknya. Artinya pendapatan dari pajak selalu mengalir dan pembangunan infrastruktur yang membutuhkan modal yang besar dapat dilakukan secara bertahap.

3. Kalaupun modal diambil dari private (ada orang yang mau meminjamkan modal), pengelolaan infrastruktur seharusnya tetap dijalankan oleh pemerintah. Pemerintah sebenarnya dapat meningkatkan peran BUMN untuk menjalankan pengelolaan2 fasilitas dan sumber daya yang menguasai hajat hidup rakyat banyak.

Privatisasi selalu dijadikan alasan untuk mendukung terciptanya pasar bebas. Sebenarnya privatisasi masih menjadi kontroversi yang cukup panas karena memiliki berbagai nilai positif dan negatif. Yang menjadi pertanyaan adalah:
apakah pasar bebas cocok diterapkan di Indonesia?
apakah privatisasi benar2 mengurangi korupsi dan meningkatkan ekonomi secara riil?
apakah masyarakat lebih sejahtera karena usahanya kalah bersaing dengan pemilik modal?

Kalau dielaborasi lebih lanjut, banyak pelajaran2 yang dapat diambil dari kisah sederhana Pipo dan Embro dalam kehidupan negara. Tender yang melibatkan hajat hidup rakyat banyak dipengaruhi oleh stakeholder yang paling kompleks antara lain: negara, rakyat, negara lain, perusahaan lokal, perusahaan multinasional, dll.

Saya bukan orang kapitalis, bukan pula orang sosialis tapi dua-duanya (dua2nya bersumber pada liberal). Saya yakin kalau negara tidak lagi memikirkan idealisme sosialis, liberal, komunis atau agama tetapi mulai fokus pada transparansi, kebebasan pendapat, keadilan sosial dan hak asasi manusia, maka negara berbentuk apapun akan mencapai puncak kemakmuran yang sama.

Dengan transparansi sebuah perusahaan yang pegawai dengan jabatan terendahnya kesulitan makan 3x sehari sementara pemimpin/pemiliknya dapat berfoya-foya 10x sehari pasti akan menimbulkan kontroversi. Jika kebebasan berpendapat, keadilan sosial dan hak asasi manusia diterapkan secara tegas oleh negara, maka perusahaan ini akan bermetamorfosis menjadi lebih baik.

Ceritanya tidak bisa diselesaikan secara detail karena keterbatasan saya dalam mengungkapkan ide. Mohon bertanya jika ingin berdiskusi lebih lanjut.


Pipo dan Embro dalam Negara Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2078796-pipo-dan-embro-dalam-negara/

1 comment:

  1. andai saja penguasa desa mengajak rakyatnya bergotong royong membangun pipa penyaluran air bersih...

    ReplyDelete